05.39

My Inspirator

Ayahku, Motivator Terbaikku

            Kehidupan tentu bukan perkara simple seperti yang kebanyakan orang pikirkan. Banyak aral melintang yang akan dilalui oleh setiap insan yang terlanjur dianugerahi kehidupan oleh sang Khalik, Allah Subhanahu Wata’ala. Ketegaran jiwa dan semangat pantang menyerah tentu sangat diperlukan ketika kita diterpa berbagai goncangan kehidupan demi mencapai kebahagiaan yang kita impikan.
            Tuhan memang telah menciptakan hati untuk merasakan dan otak untuk memikirkan mengenai trik-trik untuk melewati setiap cobaan dan rintangan yang menghadang. Tetapi itu belum cukup. Butuh motivasi-motivasi dari motivator handal untuk bisa menghandle itu semua.
            Untuk perkara ini, saya menempatkan Ayahku Tercinta sebagai “The Best Motivator”. Ayah adalah sosok lelaki paripurna yang lahir dalam keluarga sederhana. Kesederhanaan tidak membuat ayahku melupakan arti penting pendidikan. Ayahku terkenal dengan sebutan “orang pintar” pada zamannya.Meskipun saat itu, belum ada program akselerasi, masa SD hanya dilaluinya selama 4 tahun, karena setelah tamat kelas I, beliau langsung ditempatkan di kelas IV oleh Kepala Sekolah karena intelegensinya. Masa cemerlang itupun berlanjut hingga SMP dan SMA.
            Kenakalan remaja, juga sempat menghinggapi ayah. Bahkan saai itu, ayah nyaris putus sekolah karena pengaruh lingkungan yang sangat besar. Beruntung, Allah Subhanahu Wata’ala memberikan hidayah kepada beliau untuk kembali ke jalan yang benar sehingga dapat menyelesaikan studi hingga perguruan tinggi meskipun hanya program Diploma-II.Setelah lulus kuliah, ayah diangkat menjadi seorang guru agama Islam. Sesuatu yang sedikit kontradiktif dengan kemampuan sains dan eksakta ayah yang begitu mumpuni.
            Ayahku merupakan sosok pekerja keras yang selalu menjaga ibadah dan kedisiplinan. Ayah juga memiliki time managerial yang baik. Wujud kerja keras dan  kedisiplinan ayah terlihat dari caranya menyelesaikan berbagai kewajibannya sebagai abdi negara, tokoh masyarakat, dan kepala keluarga termasuk dalam mendidik anak-anaknya. Ayah sudah membuatkan kami jadwal keseharian yang berisi kewajiban sholat tepat waktu dan kewajiban belajar pada waktu yang telah ditentukan yang harus kami patuhi. Tak jarang teguran keras dan hantaman rotan kami dapatkan ketika mangkir dari aturan. Jadwal keseharian tersebut berbuah manis ketika saya berhasil menjuarai berbagai lomba baik akademik maupun non-akademik. Puncaknya, saya berhasil lulus Olimpiade Matematika Nasional yang dihelat di Jakarta, berkat bimbingan ayah yang merupakan seorang guru Agama Islam.
            Kemampuan mengelola waktu ayah terlihat ketika beliau telah menjadi Kepala Sekolah. Ditengah-tengah kesibukannya, ayah selalu menyempatkan diri untuk bermain , bercanda, dan bepergian dengan anak-anaknya. Ayah juga selalu menyempatkan untuk berolahraga dengan bermain tenis meja,catur,dan berenang. Beliau juga tetap mengelola kebun kecilnya yang sering disebutnya sebagai “Tempat Mangeluarkan Keringat”. Ayah selalu pula mengucapkan selamat ulang tahun kepada kami sejak kami kecil yang diiringi dengan hadiah meskipun hanya sekaleng minuman bersoda dan beberapa buah roti.
            Satu hal yang juga menjadi motivasi, ayahku juga menjadi tokoh masyarakat yang punya kemampuan menengahi yang memadai. Tidak jarang, permasalahan suami-istri yang terjadi tidak dibawa ke KUA melainkan dibawa ke rumah kami. Beliau seringkali pula dipanggil untuk membawakan adat dalam pernikahan.
            Hal lain juga yang menjadi cerminan adalah ayah tidak pernah memaksakan kehendak, kecuali kehendaknya untuk membuat anak-anaknya cerdas dan bertaqwa kepada Allah. Uniknya, Ayah tidak pernah menyuruh Ibu untuk memasakkan sesuatu atau membelikan sesuatu. Ayah selalu memakan makanan yang telah disediakan ibu. Satu hal yang betul-betul masih tersimpan dalam memori saya, beberapa kali ayah mendapat hidangan berupa Nasi dan Indomie Kaldu Ayam yang disiram karena ibuku kecapean. Tetapi, ayah tetap memakan makanan tersebut sembari menebar senyuman.
            Sayangnya, motivasi langsung dari ayah terhenti pada 27 Maret 2008. Allah memanggil beliau saat saya masih duduk di kelas VIII di usianya yang masih tergolong muda. Meskipun jasad ayah tidak lagi berada di dunia, namun semangat dan nasihat-nasihat beliau tetap terpatri di hatiku. Segala apa yang diberikan dan dicerminkan melalui sikap beliau menjadi motivasi besar yang tidak dapat dinilai dengan apapun.
            Sosok ayah selalu menjadi inspirasi ketika saya mulai blank. Motivasi-motivasi dan pesan-pesan dari beliau juga selalu menjadi cambuk ketika saya tertatih dengan berbagai cobaan kehidupan,terlebih ketika saya berpredikat menjadi anak yatim dengan tanggung jawab besar untuk membahagiakan ibu, adik-adik tercinta, dan keluarga besar di kampung.
            Satu hal yang saya ukir dan camkan dalam lubuk hati yang paling dalam bahwa “PRIBADIKU HARUS SEPERTI PRIBADI AYAHKU !!!”

0 komentar:

Posting Komentar