Ayahku, Motivator Terbaikku
Kehidupan tentu bukan perkara simple seperti yang kebanyakan orang
pikirkan. Banyak aral melintang yang akan dilalui oleh setiap insan yang
terlanjur dianugerahi kehidupan oleh sang Khalik, Allah Subhanahu Wata’ala.
Ketegaran jiwa dan semangat pantang menyerah tentu sangat diperlukan ketika
kita diterpa berbagai goncangan kehidupan demi mencapai kebahagiaan yang kita
impikan.
Tuhan
memang telah menciptakan hati untuk merasakan dan otak untuk memikirkan
mengenai trik-trik untuk melewati setiap cobaan dan rintangan yang menghadang.
Tetapi itu belum cukup. Butuh motivasi-motivasi dari motivator handal untuk
bisa menghandle itu semua.
Untuk
perkara ini, saya menempatkan Ayahku Tercinta sebagai “The Best Motivator”. Ayah
adalah sosok lelaki paripurna yang lahir dalam keluarga sederhana.
Kesederhanaan tidak membuat ayahku melupakan arti penting pendidikan. Ayahku
terkenal dengan sebutan “orang pintar” pada zamannya.Meskipun saat itu, belum
ada program akselerasi, masa SD hanya dilaluinya selama 4 tahun, karena setelah
tamat kelas I, beliau langsung ditempatkan di kelas IV oleh Kepala Sekolah
karena intelegensinya. Masa cemerlang itupun berlanjut hingga SMP dan SMA.
Kenakalan
remaja, juga sempat menghinggapi ayah. Bahkan saai itu, ayah nyaris putus
sekolah karena pengaruh lingkungan yang sangat besar. Beruntung, Allah
Subhanahu Wata’ala memberikan hidayah kepada beliau untuk kembali ke jalan yang
benar sehingga dapat menyelesaikan studi hingga perguruan tinggi meskipun hanya
program Diploma-II.Setelah lulus kuliah, ayah diangkat menjadi seorang guru
agama Islam. Sesuatu yang sedikit kontradiktif dengan kemampuan sains dan
eksakta ayah yang begitu mumpuni.
Ayahku
merupakan sosok pekerja keras yang selalu menjaga ibadah dan kedisiplinan. Ayah
juga memiliki time managerial yang
baik. Wujud kerja keras dan kedisiplinan
ayah terlihat dari caranya menyelesaikan berbagai kewajibannya sebagai abdi
negara, tokoh masyarakat, dan kepala keluarga termasuk dalam mendidik
anak-anaknya. Ayah sudah membuatkan kami jadwal keseharian yang berisi
kewajiban sholat tepat waktu dan kewajiban belajar pada waktu yang telah
ditentukan yang harus kami patuhi. Tak jarang teguran keras dan hantaman rotan
kami dapatkan ketika mangkir dari aturan. Jadwal keseharian tersebut berbuah
manis ketika saya berhasil menjuarai berbagai lomba baik akademik maupun
non-akademik. Puncaknya, saya berhasil lulus Olimpiade Matematika Nasional yang
dihelat di Jakarta, berkat bimbingan ayah yang merupakan seorang guru Agama
Islam.
Kemampuan
mengelola waktu ayah terlihat ketika beliau telah menjadi Kepala Sekolah.
Ditengah-tengah kesibukannya, ayah selalu menyempatkan diri untuk bermain ,
bercanda, dan bepergian dengan anak-anaknya. Ayah juga selalu menyempatkan
untuk berolahraga dengan bermain tenis meja,catur,dan berenang. Beliau juga
tetap mengelola kebun kecilnya yang sering disebutnya sebagai “Tempat
Mangeluarkan Keringat”. Ayah selalu pula mengucapkan selamat ulang tahun kepada
kami sejak kami kecil yang diiringi dengan hadiah meskipun hanya sekaleng
minuman bersoda dan beberapa buah roti.
Satu hal
yang juga menjadi motivasi, ayahku juga menjadi tokoh masyarakat yang punya
kemampuan menengahi yang memadai. Tidak jarang, permasalahan suami-istri yang
terjadi tidak dibawa ke KUA melainkan dibawa ke rumah kami. Beliau seringkali
pula dipanggil untuk membawakan adat dalam pernikahan.
Hal lain
juga yang menjadi cerminan adalah ayah tidak pernah memaksakan kehendak,
kecuali kehendaknya untuk membuat anak-anaknya cerdas dan bertaqwa kepada
Allah. Uniknya, Ayah tidak pernah menyuruh Ibu untuk memasakkan sesuatu atau
membelikan sesuatu. Ayah selalu memakan makanan yang telah disediakan ibu. Satu
hal yang betul-betul masih tersimpan dalam memori saya, beberapa kali ayah
mendapat hidangan berupa Nasi dan Indomie Kaldu Ayam yang disiram karena ibuku
kecapean. Tetapi, ayah tetap memakan makanan tersebut sembari menebar senyuman.
Sayangnya,
motivasi langsung dari ayah terhenti pada 27 Maret 2008. Allah memanggil beliau
saat saya masih duduk di kelas VIII di usianya yang masih tergolong muda.
Meskipun jasad ayah tidak lagi berada di dunia, namun semangat dan nasihat-nasihat
beliau tetap terpatri di hatiku. Segala apa yang diberikan dan dicerminkan
melalui sikap beliau menjadi motivasi besar yang tidak dapat dinilai dengan
apapun.
Sosok ayah
selalu menjadi inspirasi ketika saya mulai blank.
Motivasi-motivasi dan pesan-pesan dari beliau juga selalu menjadi cambuk
ketika saya tertatih dengan berbagai cobaan kehidupan,terlebih ketika saya
berpredikat menjadi anak yatim dengan tanggung jawab besar untuk membahagiakan
ibu, adik-adik tercinta, dan keluarga besar di kampung.
Satu hal
yang saya ukir dan camkan dalam lubuk
hati yang paling dalam bahwa “PRIBADIKU HARUS SEPERTI PRIBADI AYAHKU !!!”